Triga Tancap Gas Desak KPK Tuntaskan Kasus Korupsi

Hujan turun tanpa kompromi. Siang itu, di halaman Gedung Merah Putih KPK Jakarta, langit seolah menumpahkan seluruh bebannya. Air mengguyur deras, angin mengibaskan spanduk yang basah, namun massa Triga tidak bergeser. Mereka tetap berdiri. Di tengah riuh hujan dan tiupan angin, suara seorang orator membelah udara, menegaskan desakan agar KPK serius menuntaskan kasus korupsi besar.

Rian Bima Sakti berdiri di atas mobil komando. “Kami minta KPK serius menangani berbagai dugaan kasus mulai dari persoalan PT SGC yang memiliki HGU di atas aset Kementerian Pertahanan, kasus CSR BI, hingga pembangunan 32 rumah sakit di Indonesia tahun 2025 khususnya di Pesisir Barat,” serunya lantang. “Ini bukan sekadar aksi. Ini pengawalan fakta hukum yang bertahun tahun dibiarkan menggantung.”

Triga gabungan DPP Akar, Pematank, dan Kramat datang memastikan bahwa kasus kasus besar harus diusut tuntas. Aksi pada 4 Desember 2025 menjadi penegasan sikap tersebut.

Di bawah hujan yang semakin deras, Rian kembali mengangkat isu dugaan pelanggaran PT Sugar Group Companies SGC yang menurut mereka memiliki HGU di atas tanah milik negara BMN Kemenhan TNI AU Lanud BNY. “Ini bukan asumsi,” serunya. “Ini laporan resmi. Negara telah dirugikan.”

Menurut Triga, perpanjangan HGU anak perusahaan PT SGC oleh Menteri ATR BPN era Sofyan Djalil dinilai cacat hukum dan maladministrasi. Berdasarkan hasil pemeriksaan PDTT BPK RI tahun 2015, disebutkan bahwa aset tanah seluas sekitar 124.000 hektare milik Kemenhan telah dikuasai pihak swasta dan terbit HGU seluas 86.282,83 hektare. BPK merekomendasikan penyelamatan aset yang terancam hilang tersebut. Namun bukannya membatalkan, Menteri Sofyan Djalil justru memperpanjang HGU PT SGC pada 2017 dan 2019.

Hasil pemeriksaan PDTT BPK RI tahun 2022 juga menyebut negara dirugikan lebih dari 400 miliar rupiah akibat tidak terserapnya PNBP dan berpotensi kehilangan aset senilai lebih dari 9 triliun rupiah. Perpanjangan HGU tersebut dinilai menabrak aturan karena lahan yang diterbitkan HGU merupakan aset negara.

Ketua DPP Akar, Indra Musta’in, turut menyoroti dugaan penyimpangan dana CSR Bank Indonesia periode 2019 sampai 2024. Ia menyebut beberapa nama politisi dari dapil Lampung Ella Siti Nuryamah, Ahmad Junaidi Auli, dan Marwan Cik Hasan yang dinilai semestinya diperiksa secara terbuka dan transparan.

“Hilangnya uang negara karena dana CSR dipakai untuk kepentingan pribadi dan kelompok adalah pelanggaran terang terangan terhadap aturan hukum,” ujar Indra. “KPK harus berani menyentuh semuanya, termasuk mereka yang masih menjabat. Aksi ini kami lakukan berulang karena sampai kini perkembangan kasus tidak menunjukkan kemajuan berarti.”

Triga juga menyoroti paket pembangunan 32 rumah sakit daerah di seluruh Indonesia tahun 2025. Salah satu proyek di Kolaka Sulawesi Tenggara bahkan telah menyeret pihak terkait dalam OTT KPK. Mereka mencurigai pola korupsi serupa terjadi pada 31 rumah sakit lainnya.

Dalam paket tersebut terdapat empat proyek di Pulau Sumatera dua di Sumatera Selatan serta masing masing satu di Bengkulu dan Lampung. Triga mendesak KPK memanggil Menteri Kesehatan dan melakukan audit investigatif terhadap seluruh paket pembangunan, khususnya yang berada di Sumatera. Mereka menilai ada indikasi kuat intervensi pemerintah daerah yang membuka celah korupsi sebagaimana terungkap di Kolaka.

Sapriansyah, Sekjen DPP Akar, berbicara lewat toa yang basah dihantam hujan. “Ini adalah extraordinary crime dengan dampak kerusakan besar. Korupsi bukan hanya soal uang yang dicuri, tetapi tentang hilangnya hak rakyat sebagai penerima manfaat sekaligus penyumbang pendapatan negara.”

Seruan itu disambut gemuruh massa.

Ketua Pematank, Suadi Romli, menambahkan bahwa aksi ini menjadi pengingat bahwa KPK pernah menjadi institusi yang sangat dipercaya publik. “Kami tidak ingin melihat KPK kehilangan taring karena tidak menindak kejahatan korupsi yang terus terjadi. Jangan sampai di era Presiden Prabowo yang tegas menyatakan perang terhadap korupsi, KPK justru melemah.”

Ketua Keramat, Sudirman Dewa, menegaskan bahwa mereka datang dari Lampung bukan untuk membuat kegaduhan. “Kami membawa temuan, membawa laporan, dan menuntut penegakan hukum. Laporan terkait CSR BI maupun kasus SGC harus ditangani serius oleh KPK.”

Aksi berlangsung hampir dua jam. Hujan tidak mereda, angin semakin kuat, namun massa tetap berdiri. Spanduk basah menempel di tangan tangan yang menggenggam erat. Anak anak muda, mahasiswa, hingga aktivis senior semuanya menunjukkan energi yang sama, muak dan tidak lelah memperjuangkan keadilan.

Ketika orator terakhir menurunkan toa, suara massa menggema

“KPK harus berani”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *