Aroma KKN Menguat: LSM PERANG Laporkan Dugaan Fee Jabatan dan Fee Proyek di Kabupaten Pringsewu

Bandar Lampung – LSM Pelopor Rakyat Menggugat (PERANG) secara resmi merilis temuan awal terkait dugaan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di sejumlah sektor pemerintahan Kabupaten Pringsewu. Dalam rilis tersebut, Ketua LSM PERANG didampingi Koordinator Investigasi, Kadi Saputra, menyebut adanya indikasi kuat fee jabatan, fee proyek, hingga jual beli posisi yang diduga melibatkan oknum pejabat aktif, mantan pejabat, serta figur partai pendukung bupati.

Menurut LSM PERANG, pelantikan pejabat administrator dan pengawas beberapa waktu terakhir dinilai sarat aroma transaksi jabatan. Pejabat ditempatkan bukan berdasarkan kompetensi, melainkan setoran tertentu. “Kami menerima laporan langsung bahwa jabatan ini diperdagangkan. Ini bukan isu, tetapi pola yang berulang,” tegas Kadi.

LSM tersebut juga menyoroti adanya upaya sejumlah oknum yang berusaha memulihkan kerugian negara untuk menghindari proses hukum. Padahal, Pasal 4 UU No. 31 Tahun 1999 menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana. “Delik korupsi adalah delik formil. Begitu unsur perbuatan melawan hukum terpenuhi, proses pidana wajib berjalan. Tidak ada celah meski uang dikembalikan,” ujarnya.

Kadi mengungkapkan banyak proyek fisik dan nonfisik di Pringsewu yang diduga bermasalah. Modusnya beragam, mulai dari tender kocok-bekem, manipulasi pemenang, mark-up, hingga SPJ fiktif. Dugaan ini terutama mengemuka di Dinas PUPR, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Lingkungan Hidup, BPKAD, hingga Sekretariat DPRD.

Pada Dinas PUPR, dugaan permainan anggaran disebut paling mencolok. Banyak paket proyek strategis—rekonstruksi jalan, irigasi, hingga pembangunan SPAM—diduga sudah diatur pemenangnya. Total nilai proyek bermasalah tahun anggaran 2024 diperkirakan mencapai Rp74,19 miliar. Berulangnya perusahaan yang sama muncul sebagai pemenang tender tiap tahun dianggap sebagai bukti kongkalikong dengan oknum teknis, apalagi ditemukan indikasi kekurangan volume pada sejumlah pekerjaan.

Sementara itu, di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, pola serupa diduga terjadi dalam pembangunan ruang kelas, toilet, laboratorium, pagar, hingga pengadaan komputer dan alat peraga. Nilai proyek tahun 2024 yang dipertanyakan publik mencapai Rp24,22 miliar, dan sejumlah paket tahun 2025 kembali menampilkan perusahaan yang sama. “Ini bukan kebetulan. Ini pola yang terencana,” ujar Kadi.

Indikasi penyimpangan juga ditemukan pada program pemberdayaan perempuan, pengelolaan lingkungan, hingga belanja Sekretariat DPRD. Semua ini, menurut LSM PERANG, menunjukkan buruknya tata kelola keuangan daerah dan bertolak belakang dengan agenda pemerintahan pusat. “Tata kelola seperti ini tidak mencerminkan Nawacita Presiden Prabowo. Ini ancaman serius bagi daerah,” tambahnya.

LSM PERANG juga mempertanyakan lemahnya respons aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan Negeri Pringsewu, yang dinilai belum berani menyentuh akar persoalan. “Kami tidak melihat satu pun langkah progresif dari Kejari. Padahal, data dan indikasi sudah begitu jelas. Jika dibiarkan, kerugian negara akan kian membesar,” tegas Kadi.

Mereka mendesak seluruh proyek dilakukan pemeriksaan menyeluruh oleh BPK RI—bukan hanya administrasi atau sampel lapangan, tetapi keseluruhan pekerjaan. Mereka juga menuntut perusahaan yang terbukti buruk segera di-blacklist, serta oknum pejabat dan makelar proyek diproses hukum hingga tuntas. LSM PERANG mengaku telah menyiapkan dokumen pendukung untuk disampaikan ke penegak hukum di tingkat provinsi dan pusat.

“Ini bukan sekadar laporan, ini sikap. Kami akan mengawal proses ini sampai tuntas. Korupsi di Pringsewu sudah pada level akut. Tidak ada toleransi,” tutup Kadi.

Exit mobile version