Mesuji – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Mesuji diduga menjadi dalang utama dalam skandal proyek revitalisasi SD Negeri 2 Mesuji. Proyek bernilai Rp 2.480.000.000 yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2024 ini diduga kuat sarat rekayasa tender, pelanggaran spesifikasi teknis, hingga pembiaran pelanggaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang membahayakan para pekerja.
Tender Sarat Pengondisian, CV. Dulu Ratu Menang Tanpa Lawan
Proses tender yang dilaksanakan menggunakan sistem Pascakualifikasi Satu File Metode Gugur hanya menghasilkan satu penawar dari lima peserta terdaftar. Perusahaan pemenang, CV. Dulu Ratu, mengajukan penawaran hanya 0,5% lebih rendah dari nilai pagu—yakni Rp 2.467.600.876,86 dari pagu awal Rp 2.480.000.000. Kuat dugaan, mekanisme ini sudah dikondisikan sejak awal agar peserta lain gugur secara administratif dan teknis.
Padahal, Pasal 3 dan Pasal 6 Perpres No. 12 Tahun 2021 secara tegas melarang pengaturan tender dan praktik kolusi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
“Ini proyek besar tapi hanya satu penawar. Ini bukan kompetisi, ini pengaturan. Dan itu tak mungkin terjadi tanpa keterlibatan dari dalam dinas,” ujar seorang narasumber internal di lingkungan Pemkab Mesuji.
Pelaksanaan Bobrok: Volume Dikurangi, Material Murahan
Di lokasi proyek, tim investigasi menemukan berbagai dugaan penyimpangan fisik. Volume pekerjaan terutama pada struktur bangunan diduga dikurangi, dan material yang digunakan tidak sesuai standar teknis dalam dokumen kontrak maupun RAB. Warga menyebut besi yang digunakan seperti proyek kecil bernilai puluhan juta.
“Bangunan sekolah ini proyek miliaran, tapi kualitasnya kayak bangunan swadaya. Besinya kecil, tidak sesuai. Saya yakin ada mark-up,” ujar seorang warga Desa Sungai Badak.
Pekerja Dibiarkan Tanpa Alat Keselamatan, Dinas Diduga Tutup Mata
Lebih memprihatinkan, proyek yang dikerjakan di lingkungan sekolah tersebut tidak memenuhi standar keselamatan kerja (K3). Para pekerja terlihat tanpa helm, tanpa sepatu boots, tanpa kacamata proyek, bahkan tanpa seragam kerja. Pengawasan di lapangan nyaris tidak terlihat—baik dari pihak pelaksana, konsultan pengawas, maupun Dinas Pendidikan sendiri.
“Tidak ada safety sama sekali. Ini proyek Dinas Pendidikan, tapi seperti proyek abal-abal. Bahkan mandornya saja jarang ke lokasi,” kata warga lainnya.
Padahal, UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Permenaker No. 5 Tahun 1996, serta Permenaker No. 4 Tahun 1987 mengharuskan penerapan sistem manajemen K3 dan penunjukan tenaga ahli keselamatan kerja (P2K3). Jika terjadi kecelakaan, pihak penyedia dan pemberi kerja—dalam hal ini Dinas Pendidikan—dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.
Alamat Perusahaan dan Nilai Kontrak
CV. Dulu Ratu, pemenang proyek, beralamat di Jl. Kepayang Gg. Dipangga V No. 65/66, Rajabasa, Bandar Lampung. Nilai kontrak tercatat Rp 2.461.884.876,87 dengan masa pelaksanaan 120 hari kalender.
Namun, kualitas pekerjaan dinilai tidak sebanding dengan anggaran. Aktivis pemantau anggaran menduga, proyek ini adalah bagian dari pola korupsi sistemik yang melibatkan oknum dinas dan penyedia.
Tuntutan Audit dan Penegakan Hukum
Masyarakat dan LSM mendorong agar Inspektorat, BPKP, dan Kejaksaan segera turun tangan. Mereka menilai, kasus ini bukan lagi soal kelalaian, melainkan korupsi yang dirancang sejak tahap perencanaan.
“Dinas Pendidikan Mesuji harus jadi pintu masuk pengungkapan. Ini bukan proyek gagal, ini proyek sengaja dirusak untuk merampok uang negara,” ujar salah satu aktivis yang tergabung dalam pemantau anggaran daerah.
Jika terbukti bersalah, pihak-pihak terkait dapat dijerat dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, terutama Pasal 2 dan Pasal 3, yang ancamannya mencapai 20 tahun penjara dan denda hingga Rp 1 miliar.
Skandal SDN 2 Mesuji bukan sekadar cacat administrasi. Ini alarm keras bahwa sektor pendidikan di Mesuji sedang dikoyak oleh permainan kotor anggaran. Jika aparat penegak hukum tak segera bertindak, maka jangan heran jika bangunan sekolah menjadi saksi bisu kehancuran integritas birokrasi
(Tim)